Sabtu, 17 Oktober 2009

patung outdoor sebagai publik domain

Istilah patung out door/luar ruangan biasanya dipergunakan  untuk membedakan dengan patung yang dipajang di dalam  ruang galeri maupun museum,patung out door mempunyai permasalahan yang berbeda dengan patung indoor.
salah satu yang mendasar dari patung out door adalah aspek penikmatan oleh publik,karena patung out door bereda dalam publik domain, sehingga publik seakan-akan  harus  menjadi penikmat karya tersebut. Didalam ruang publik, sebuah patung menjadi bagian dari lanskap publik, hal ini menimbulkan situasi paradoksal, yaitu di satu sisi sebagai karya seni yng ulitimate, patung harus otonom karena merupakan ekspresi individu seniman, namun disisi yang lain, apapun  yang berada dalam publik domain dianggab mempunyai konsekuensi yang harus diterima oleh publik, atau paling tidak komunitas pengguna dan pemilik ruang publik tersebut,  baik bersifat positif maupun negatif.
karya patung yang tidak di sukai oleh publiknya akan dianggab sebagai pengganggu, gangguan ini bisa bersifat fisik, misal mengganggu  aktifitas,maupun bersifat estetik,misal dianggab kotor,merusak pemandangan dll, dan juga bersifat etika, misal dianggab merusak norma dan tata aturan yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk itu perlu upaya-upaya untuk meminimaliskan dampak penenolak terhadap karya seni yang berada dalam publik domain ini adalah salah satunya dengan melibatkan partisipasi publik dalam penciptaan maupun perencanaan patung out door sehingga  timbul rasa memiliki terhadap karya tersebut, sekaligus sebagai legitimasi publik terhadap keberadaan karya patung tersebut.
sehingga karya tersebut bisa memberikan dampak positif bagi publik maupun bagi lingkungannya.
patung sebagai karya tiga dimensional benar-benar berada dalam ruang nyata, sehingga setting penempatan sebuah patung menjadi pertimbangan yang utama.


disarikan dari buletin API edisi Khusus September 2002
(mohon pembaca sekalian  dapat melengkapi/menambahkan wacana  ini)

Kamis, 15 Oktober 2009

Awan simatupang

AWAN SIMATUPANG BIOGRAPHY
Name : Awan Simatupang
Born : Jakarta, 24.10.1967
Education : Workshop for performance art by Allan Kaprow
Workshop for poster design by Ronald Curchot Antonio Ratti Fondatione, Como, Italy
1993 Workshop for jewelry design contemporary by Wilhem Mattar IKJ and CCF Jakarta
1992 Faculty of art and design majoring in sculpture La Sale College & Goethe Institute Singapore
1991 Institut Kesenian Jakarta
Selected Group Exhibition
2007 “Relation”, contemporary sculpture exhibition, Surabaya, Indonesia
“Domestic Art Object”, Yogyakarta, Indonesia
2006 “BEYONND The Limits and Its Challenges” Biennale Jakarta, Indonesia
“12 Pas”, 678 Gallery, Jakarta, Indonesia
“Contemporary Indonesia Scluptors”, La Galleria del Parco Sculpture Del Chianti, Siena - Italy
Asosiasi Pematung Indonesia (API; Association of Indonesian Sculptors) “small WORKS”, Taman Budaya, Yogyakarta, Indonesia
“Ide dan Eksplorasi”, One Gallery, Jakarta, Indonesia
“Nasi Campur”, Taksu Gallery, Kuala Lumpur, Malaysia
2005 “Kecil Itu Indah”, Edwin’s Gallery, Jakarta
Bali Biennale, Darga Gallery, Denpasar - Bali, Indonesia
“Nasi Campur Jakarta”, Taksu Gallery, Jakarta, Indonesia
Group exhibition METROMINI, CP Biennale Jakarta, Indonesia
Art singapore 2005, Taksu Gallery, Singapore
“Here and Now”, Ramzy Gallery, Jakarta, Indonesia
API, “Dua Titik Api”, Puri Gallery, Malang - East Java, Indonesia
“21th and Beyond”, Edwin’s Gallery, Jakarta, Indonesia
API “Dua Titik Api”, Gallery Santrian, Bali, Indonesia
“Karya untuk Kawan”, KOMNAS Perempuan, Gallery Nasional, Jakarta, Indonesia
“Tali Kasih”, Edwin’s Gallery, Jakarta, Indonesia
2004 “Dua Sisi”, Edwin’s Gallery, Jakarta, Indonesia
“Konvensi” sculpture group exhibition, Edwin’s Gallery, Jakarta, Indonesia
“Republik Togel” exhibition of group METROMONI, Gallery Lontar
“EGP” exhibition of group METROMINI, Gallery Cipta, TIM, Jakarta, Indonesia
“Ide dan Eksplorasi” sculpture exhibition, Gallery One, Jakarta, Indonesia
“Enam Manusia Urban”, Bentara Budaya Yogyakarta, Indonesia
“Awan dan Oki”, Gallery Lontar
2003 API “In Search of Peace”, WTC, Jakarta, Indonesia
“Mc’Row Media” contemporary sculpture exhibition, Langgeng Gallery, Magelang - Central Java, Indonesia
“patung@eg.com2”, Edwin’s Gallery, Jakarta, Indonesia
“Karya untuk Kawan“, Gallery Nasional, Jakarta, Indonesia
Bimasena Club
2002 “Patung@edwingallery.com” sculpture exhibition, Edwin’s Gallery, Jakarta, Indonesia
“Metropolitan” exhibition of group METROMINI, TIM, Jakarta, Indonesia
“1001 Patung Indonesia”, Bimasena Club, Jakarta, Indonesia
“Struggle and Creation”, Erasmus Huis, Jakarta, Indonesia
2001 API, Galeri Nasional, Jakarta, Indonesia
“METROMINI” exhibition of group METROMINI, Millenium Gallery, Jakarta, Indonesia
Cemara Gallery, Jakarta, Indonesia
2000 “Percakapan di Tengah Padang” sculpture exhibition, Erasmus Huis, Jakarta
1997 Exhibition of participant’s workshop Antonio Ratti Foundation, Milan, Italy
1995 Biennalle Seni Rupa Indonesia, TIM, Jakarta, Indonesia
Seni Rupa Kontemporer Indonesia, TIM, Jakarta, Indonesia
1993 EXPO 93, TIM, Jakarta, Indonesia
1991 EXPO 91, JDC, Jakarta, Indonesia
Solo Exhibition
2007 “Housing As A Verb”, CP Art Space, Jakarta, Indonesia
2000 Jak art @2000, Wijoyo Center, Jakarta, Indonesia
Achievement
2005 Winner of Monument “KUDUS KOTA KRETEK” competition
1995 Winner of Sculpture “CITRA RAYA NUANSA SENI” competition
1991 TEMPO award

lebih lanjut tentang Awan simatupang
klik

Sahabat gallery

flickr:lovejadran's Photostream

Buku tentang Perempuan Perupa Indonesia

Carla, Farah dan Wulan Antar 34 Perempuan Perupa Indonesia Ke Masyarakat Dunia

Sampul buku Indonesian Women Artists, 2007

Sampul buku Indonesian Women Artists, 2007

[ANTARANews] - Buku pertama yang secara khusus mengulas hidup dan karya 34 perempuan perupa Indonesia berjudul “Indonesian Women Artists: The Curtain Opens”, diluncurkan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 1 Agustus 2007.

Peluncuran buku itu, sekaligus menandai pembukaan pameran seni rupa bertajuk “Intimate Distance” (1-10 Agustus 2007) yang menampilkan karya-karya mereka.

Tiga penulisnya, Carla Bianpoen, Farah Wardani, dan Wulan Dirgantoro, berupaya menjadikan buku berbahasa Inggris yang diterbitkan Yayasan Seni Rupa Indonesia itu sebagai tonggak penting dalam telaah dan pendokumentasian sejarah perempuan perupa Indonesia.

Terlebih, kajian posisi para perempuan perupa dalam sejarah seni rupa Indonesia sangat langka, terbatas dalam bentuk ulasan pendek suratkabar, majalah, atau katalog pameran.

Di tengah kelangkaan buku yang ditulis secara sungguh-sungguh mengenai seni rupa Indonesia, buku ini merupakan sumbangan yang sangat penting, terutama bagi khalayak yang hendak mengetahui lebih jauh wajah seni rupa kita,” kata Ketua Umum YSRI Miranda S Goeltom.

Carla, Farah, dan Wulan adalah tiga sosok perempuan yang memiliki kompetensi menggambarkan perempuan perupa Indonesia.

Carla yang dikenal sebagai wartawan lepas bidang seni budaya merupakan alumni Universitas Wilhelms (Jerman) 50 tahun lalu, Farah merupakan kurator dan penulis dan alumni pascasarjana sejarah seni Goldsmith College (Inggris), Wulan juga kurator dan penulis, alumni pascasarjana Universitas Melbourne (Australia).

Membukukan 34 perempuan perupa bukan perkara mudah bagi ketiga penulis, karena mereka yang ditulis berada pada rentang waktu yang sangat panjang, mulai dari Emiria Soenassa (1894-1964) hingga Prilla Tania yang tergabung dalam kelompok seni Videobabes kelahiran Bandung 1979.

Selengkapnya, ke-34 perempuan perupa yang menjadi obyek penulisan buku ini adalah Emiria Soenassa (1895-1964), Masmundari (1904-2005), Kartika Affandi (1934), Rita Widagdo (1938), Umi Dachlan (1942), Nunung WS
(1948), Hildawati Soemantri (1945-2003), Edith Ratna (1946), Iriantine Karnaya (1950).

Lalu, Dolorosa Sinaga (1952), Heyi Ma`mun (1952), Astari Rasjid (1953), Yani Mariani Sastranegara (1955), Marida Nasution (1956), Dyan Anggraini (1957), Altje Ully (1958), Yanuar Ernawati (1959), Hening Purnamawati
(1960), Mella Jaarsma (1960), Marintan Sirait (1960), Arahmaiani (1961), I GAK Murniasih (1966-2006).

Kemudian, Tiarma Dame Ruth Sirait (1968), Tita Rubi (1968), Melati Suryodarmo (1969), Wara Anindyah (1969), Erica Hestu Wahyuni (1971), Bunga Jeruk (1972), Tintin Wulia (1972), Ay Tjoe Christine (1973), Diah Yulianti
(1973), Laksmi Shitaresmi (1974), Caroline Rika (1976), dan Endang Lestari (1976).

Sementara karya yang disorot dalam buku ini adalah karya-karya perupa perempuan pada periode 1940 - 2007.

Emiria, yang bergiat dalam kurun 1940-1950-an menampilkan perempuan yang bersumber pada cerita-cerita pribumi, sosok-sosok puak dan model dari kalangan jelata, yang sangat patut dipandang sebagai karya feminis awal.

Ironisnya, meski giat menggelar pameran dan bahkan mendapat berbagai hadiah, ia tidak pernah diberi penghormatan yang layak dalam sejarah seni rupa modern Indonesia. Sejarah seni rupa modern Indonesia hampir semua ditulis oleh laki-laki dan berkisah tentang para perupa laki-laki.

Lukisan karya Emiria berjudul “Mutiara Bermain” yang dibuat selama empat tahun sejak 1942, menggambarkan dua perempuan telanjang sedang menari di belahan mutiara pada dasar laut, menunjukkan betapa tertindasnya perempuan kala itu, terlebih di masa penjajahan Jepang yang memandang perempuan sebagai pemuas nafsu birahi.

Konsep Modernisme

Seiring dengan perjalanan waktu, dalam dasawarsa 1950-an, terutama dengan berdirinya ASRI (sekarang Institut Seni Indonesia) di Yogyakarta dan Fakultas Seni Rupa ITB menumbuhkan pula perempuan perupa.

Rita Widagdo misalnya, menjadi dosen patung terkemuka di ITB. Konsep modernisme dalam seni rupa dan seni abstrak sudah banyak diperhatikan dan terwariskan dari perempuan bernama asli Wizemann, warganegara Jerman yang menjadi WNI setelah menikah dengan Widagdo ini.

Dalam kurun hingga 1966 muncul Heyi dan Umi yang meneruskan jejak Rita di ITB.

Sementara Nunung WS menjadi mahasiswi pertama yang masuk ke Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera) ketika dibuka tahun 1967.

Sedangkan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Hildawati yang alumni ITB mendirikan Studio Keramik tahun 1977 dan Edith Ratna meletakan dasar-dasar estetika dalam seni patung. Sejumlah mahasiswa mereka ketika itu antara lain Dolorosa dan Yani Mariani.

Dalam buku ini disebutkan, posisi sejumlah perempuan perupa di akademi telah merangsang makin banyak diskusi di kalangan mahasiswa tentang bagaimana seni dapat mengubah cara pandang terhadap budaya, temasuk soal-soal perempuan dan gender, membawa dekonstruksi norma.

Terpengaruh soal-soal sosial politik era 1970-an, seniman mengubah cara mereka mengeksplorasi kreativitas, dari segi medium maupun praktik.

Manifesto Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) misalnya, menjadi titik balik seni rupa modern Indonesia. Seni rupa tak bisa lagi hanya berupa lukisan atau patung yang dijuluki seni tinggi. Seni adalah sarana membuat pernyataan budaya atau politik, forum inovasi gagasan dan media.

Sikap dasar GSRB memperlihatkan pengaruh kuat dari Gerakan Fluxus dari masa 1960-an akhir di Eropa dan AS yang juga menegaskan kuatnya dinamika pemberdayaan feminis waktu itu.

Hilda memperkenalkan seni instalasi yang menggunakan keping-keping keramik dan menjadi perupa pertama yang melakukan hal itu.

Namun, dengan menguatnya pemerintahan Orde Baru sepanjang dasawarsa 1980-an, ekspresi di berbagai media dikekang, termasuk kesenian.

Pada medan seni rupa muncul makin banyak perempuan seniman dalam kurun itu, meski kegiatan mereka hanya di kalangan elit dan perempuan kelas menengah perkotaan.

Organisasi-organisasi seperti Kelompok Sembilan dan IPWI (Ikatan Pelukis Wanita Indonesia) sering dipandang sebagai kumpulan pelukis waktu senggang.

Kartini Subekti, mantan diplomat dan seniman yang mendirikan IPWI tahun 1985 menampik pandangan bahwa IPWI atau organisasi peremuan perupa lain hanya kumpulan pehobi yang remeh. IPWI beranggotakan sekitar 200 orang tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bandung, meskipun organisasi ini nyaris tak terdengar lagi.

Dalam kurun 1990-an diskursus seni rupa kontemporer mencuat ke permukaan dan membentuk medan baru bagi seni visual global. Medan baru ini berubah secara signifikan karena makin banyak perempuan perupa menampilkan pernyataan yang lebih lantang tentang subjektivitas keperempuanan mereka.

Arahmaiani, Dolorosa, Yanuar, Astari Rajid jelas-jelas memunculkan jenis persoalan ini dalam karya mereka.

Keruntuhan rezim Orde Baru pada 1998 dan dorongan reformasi membawa perubahan drastis di Indonesia, mencipta landasan baru bagi praktik seni visual Indonesia era 2000-an.

Generasi perempuan perupa kelahiran dasawarsa 1970-1980-an, mulai menggunakan sekian banyak ragam media dengan pendekatan yang lebih mutakhir dan interdisipliner, tak hanya manual, tetapi juga digital.

Ketika ketiga penulis ditanyakan apakah ke-34 perempuan perupa yang ditulis dalam buku itu telah mewakili perjalanan perempuan perupa di Indonesia, Carla, Farah, dan Wulan tidak memberikan jawaban yang pasti.

Mereka hanya mengatakan ke-34 perempuan perupa itu dipilih berdasarkan berbagai kriteria yang tak dapat digeneralisasikan menjadi seperangkat parameter yang tetap.

Buku ini menawarkan landasan bagi kajian mendatang tentang perspektif perempuan dalam seni rupa Indonesia,” kata Carla.

Ia hanya bisa memastikan bahwa dengan penulisan buku tersebut, tirai perempuan perupa dan seni rupa Indonesia telah terbuka.

Dan akan tetap terbuka,” katanya, meski diakui bahwa dunia internasional belum akrab dengan eksistensi perempuan perupa Indonesia.(*)

sumber http://www.antara.co.id/arc/2007/8/2/membuka-tirai-perempuan-perupa-indonesia/

LEBIH BANYAK TENTANG MEREKA

klik di bawah ini

di WWW. lANGIT PEREMPUAN.COM


Karya Patung 43 wanita perupa tentang tubuh wanita

Tubuh Wanita di Mata 43 Wanita Perupa
Kamis, 15/10/2009 | 13:43 WIB

KOMPAS.com - Tubuh, pikiran, dan paras seorang wanita menyimpan kekuatan sekaligus kelembutan. Arti wanita bagi masing-masing orang di dunia ini bisa berbeda-beda. Bisa menjadi obyek, menjadi subyek, menjadi apa pun. Namun, satu hal yang pasti, disadari atau tidak, wanita memiliki peran penting dalam dunia ini.

“Selama ini wanita selalu dipandang sebagai obyek, dan kebanyakan dari segi sensualnya. Mengapa? Karena pelaku industri ini kebanyakan adalah pria, dan pria memandangnya dari sisi tersebut,” tutur seniman Yani Mariani Sastranegara.

Untuk mengubah pandangan pria tersebut, Andi’s Gallery mengajak 43 wanita perupa dari seluruh Indonesia untuk menuangkan persepsi mereka tentang wanita dalam pameran bertajuk My Body.

My Body yang digelar dari tanggal 14 – 25 Oktober 2009 di lantai Lower Ground, East Mall, Grand Indonesia Shopping Town (GIST), Jakarta ini mengetengahkan isu-isu yang kerap dihadapi oleh perempuan. Isu-isu tersebut antara lain; persoalan domestik, persoalan seksual, dan persoalan konsumsi. Isu-isu ini dipresentasikan dalam seni rupa berbentuk lukisan, patung, dan objek seni lain. Maksud dari pameran ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi para wanita untuk melihat dan membagi pandangan mereka seputar tubuh perempuan. Diharapkan, melalui pameran ini bisa muncul sejumlah pemaknaan baru, dan redefinisi terhadap tubuh perempuan.

“Lukisan saya ini menggambarkan tubuh wanita apa adanya. Saya sebagai subjek memandang tubuh wanita dengan wajar. Tubuh wanita ketika ia masih kecil, usia dewasa, dan usia matang. Lukisan ini sebenarnya terdiri atas 4 set, namun saya jatuh sakit hingga tak bisa menyelesaikan yang terakhir. Dalam menyelesaikan karya ini, saya berusaha untuk senetral mungkin,” terang Yani, beberapa waktu sebelum pembukaan pameran.

Karya Yani merupakan salah satu interpretasi para wanita perupa ini. Karya lainnya berbentuk unik dengan menggunakan beragam bahan, corak, dan bidang. Ke-43 perempuan wanita perupa ini berasal dari Jakarta (10 orang), Bali (4 orang), Bandung (15 orang), dan Yogyakarta (14 orang). Di antara ke-43 perupa tersebut terlihat beberapa nama yang sudah cukup dikenal, yaitu Dolorosa Sinaga, Theresia Agustina Sitompul (Tere), Gilang Cempaka, dan Laksmi Shitaresmi.

Mengenai penyelenggaraan pameran di mal, Teges Prita Soraya, Senior Marketing Communication Manager GIST, mengatakan, “Saat ini mal dianggap sebagai salah satu lokasi menarik untuk memamerkan karya seni. Diharapkan dengan mengadakan pameran di mal, karya seni akan semakin dapat dikomunikasikan dan dikenal masyarakat.”

Minggu, 11 Oktober 2009

Institut Kesenian Jakarta

Institut Kesenian Jakarta

sumber:Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Logo Institut Kesenian Jakarta

Institut Kesenian Jakarta adalah sebuah institusi pendidikan tinggi yang difasilitasi Pemerintah Daerah Jakarta. Institut ini mengkhususkan diri dalam bidang seni, terutama seni rupa, seni peran, dan perfilman.

Sejarah

IKJ berdiri pada tanggal 25 Juni 1976 atas prakarsa Presiden Suharto yang berkomitmen membiayai sebuah pendidikan khusus seni untuk mengembangkan kebudayaan Jakarta dan wadah bagi seniman lokal yang ingin berkembang. Awalnya hanya berupa Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta dan menjadi bagian dari kompleks seni Taman Ismail Marzuki. Sejalan dengan perkembangan zaman, LPKJ semakin banyak menghasilkan seniman-seniman yang mulai diakui dan mengembangkan banyak studi.

LPKJ kemudian berubah status menjadi Institut Kesenian Jakarta. Meskipun kemudian pengelolaannya lebih mandiri, fasilitasnya masih menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

Guru Besar IKJ sejak 2004 adalah Sardono W Kusumo.

Fakultas

IKJ memiliki tiga fakultas, yaitu Fakultas Seni Rupa, Fakultas Seni Pertunjukan, dan Fakultas Film dan Televisi.

Fakultas seni rupa

Fakultas ini berkonsentrasi kepada pengembangan seni dalam wilayah visual, melingkupi tiga jurusan, yaitu seni murni, kriya, dan desain.

  • Program Studi Seni Murni (jenjang D3 & S1), dibagi menjadi 3 minat utama: Seni Lukis,Seni Patung,Seni Grafis
  • Program Studi Seni Kriya (jenjang D3 & S1): Kriya Kayu, Kriya Keramik, Kriya Tekstil
  • Jurusan Desain (jenjang D3 & S1): Program Studi Desain Interior, Program Studi Desain Komunikasi Visual, Program Studi Desain Mode & Busana

Fakultas seni pertunjukan

Fakultas film dan televisi

Memiliki 4 jurusan: -Film -Televisi -Fotografi -Kajian Media

Daftar tokoh dan alumni

Beberapa dosen yang terdaftar di IKJ, meskipun beberapa di antaranya bukanlah lulusan IKJ, sebelumnya sudah menjadi seniman yang diakui. Selain itu lulusan IKJ juga banyak menjadi praktisi dan seniman.



Dolorosa Sinaga


Dolorosa Sinaga

sumberDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dolorosa Sinaga adalah seorang pematung Indonesia. Ia lahir pada tanggal 31 Oktober 1953 di Sibolga, Sumatera Utara . Karyanya banyak menampilkan keimanan, krisis, solidaritas, multikulturalisme, dan perjuangan wanita.

Ia juga pernah menjadi dekan Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta.

Pendidikan

Dolorosa Sinaga lulus dari Institut Kesenian Jakarta pada tahun 1977 dan kemudian meneruskan studinya di St. Martin's School of Art, London, Karnarija Lubliyana, Yugoslavia, dan San Francisco Art Institute serta Universitas Maryland, Amerika Serikat.

Karakteristik karya

Karyanya cenderung memperlihatkan emosi tinggi yang khas, kebanyakan berwarna hijau dan memiliki bentuk sederhana. Kebanyakan figur berbentuk wanita.

Namun pada pameran Soliloquy, ia memperlihatkan karya-karya dengan detail tinggi dengan penggarapan lipatan kain yang sangat baik.

Daftar karya

lebih lanjut tentang Dolorosa Sinaga klik disini:
Dolorosa Sinaga dan korban lumpur lapindo:sumber dari jurnal grafisosial

Have You Seen A Sculpture From The Body?:sumber dari Beritaseni on october 16th,208

Dolorosa Sinaga pameran:sumber dari tempointeraktif.comSenin, 13 Oktober 2008 | 08:12 WIB

Nyanian tubuh:suber dari Rustikaherlambang,s
pameran patung,Mitra budaya

Dokumentasi galeri nasional16 Oktober - 1 November 2008
pukul 10.00 - 20.00
[Galeri A]

Biograf-Dolorosa Sinaga
Arnet
percakapan ditengah padang pasir
Have you seen a sculpture from the body? : a retrospective of the sculptures of Dolorosa Sinaga : 10-31 October 2001, National Gallery Jakarta by Dolorosa Sinaga( Book )
2 editions published in 2001 in English and held by 1 library worldwide
Have you seen a sculpture from the body? A Retrospective of the sculptures of Dolorosa Sinaga, 10-31 October 2001, National Gallery Jakarta( Book )

kabar indonesia
Kebenaran itu tidak pernah memihak
kenali tubuh dari patung
press realese
pematung Dolorosa Sinaga. Berkat patungnya, Crisis, yang dipajang di Vietnam,

Sabtu, 10 Oktober 2009

teori Warna

Pada abad ke-15, lama sebelum para ilmuwan memperkenalkan warna, Leonardo da Vinci menemukan warna utama yang fundamental, yang kadang-kadang disebut warna utama psikologis, yaitu merah, kuning, biru, hitam dan putih. Pengenalan bentuk merupakan proses perkembangan intelektual sedangkan warna merupakan proses intuisi. Eksperimen menunjukkan bahwa objek yang berwarna hampir selalu menjadi pilihan.

Marial L. David dalam bukunya Visual Design in Dress, menggolongkan warna menjadi dua, warna ekternal dan internal. Warna ekternal adalah warna yang bersifat fisika dan faali, sedangkan warna internal adalah warna sebagai persepsi manusia, cara manusia melihat warna kemudian mengolahnya di otak dan cara mengekspresikannya. (Darmaprawira, 2002:30).

Pengaruh Warna terhadap Emosi

Warna merah memiliki efek emosional yang tajam dibandingkan dengan warna lainnya. Havelock Ellis pada artikelnya Psychology of Red dalam ‘Popular Science’ mengatakan bahwa pada spektrum warna merah itu timbul paling bawah, tetapi munculnya pada mata kita adalah paling cepat dan kuat.

Para ahli menyimpulkan bahwa warna-warna cerah menunjukkan tendensi emosional yang tinggi. penggunaan warna biru dan hitam yang berulang-ulang mengidikasikan kontrol pribadi dan penahanan emosi. Ada kemungkinan bahwa warna memiliki nilai efektif tertinggi dan memperhatikan ungkapan yang tak tertahankan.

Beberapa hasil penelitian menurut Maitland Graves dari bukunya yang berjudul The Art of Color and Design.

1. Warna panas/ hangat ; keluarga kuning, jingga, merah. Sifatnya : positif, agresif, aktif, merangsang.
2. Warna dingin/ sejuk : Keluarga hijau, biru, unggu. Sifatnya : negative, mundur, tenang, tersisih, aman.
3. WarPada abad ke-15, lama sebelum para ilmuwan memperkenalkan warna, Leonardo da Vinci menemukan warna utama yang fundamental, yang kadang-kadang disebut warna utama psikologis, yaitu merah, kuning, biru, hitam dan putih. Pengenalan bentuk merupakan proses perkembangan intelektual sedangkan warna merupakan proses intuisi. Eksperimen menunjukkan bahwa objek yang berwarna hampir selalu menjadi pilihan.

Marial L. David dalam bukunya Visual Design in Dress, menggolongkan warna menjadi dua, warna ekternal dan internal. Warna ekternal adalah warna yang bersifat fisika dan faali, sedangkan warna internal adalah warna sebagai persepsi manusia, cara manusia melihat warna kemudian mengolahnya di otak dan cara mengekspresikannya. (Darmaprawira, 2002:30).

Pengaruh Warna terhadap Emosi

Warna merah memiliki efek emosional yang tajam dibandingkan dengan warna lainnya. Havelock Ellis pada artikelnya Psychology of Red dalam ‘Popular Science’ mengatakan bahwa pada spektrum warna merah itu timbul paling bawah, tetapi munculnya pada mata kita adalah paling cepat dan kuat.

Para ahli menyimpulkan bahwa warna-warna cerah menunjukkan tendensi emosional yang tinggi. penggunaan warna biru dan hitam yang

berulang-ulang mengidikasikan kontrol pribadi dan penahanan emosi. Ada kemungkinan bahwa warna memiliki nilai efektif tertinggi dan memperhatikan ungkapan yang tak tertahankan.

Beberapa hasil penelitian menurut Maitland Graves dari bukunya yang berjudul The Art of Color and Design.
Warna panas/ hangat ; keluarga kuning, jingga, merah. Sifatnya : positif, agresif, aktif, merangsang.na yang disukai mempunyai urutan seperti berikut :

* merah
* biru
* ungu
* hijau
* jungga
* kuning

Bandingkan dengan hasil penelitian yang dikenakan kepada anak praremaja dan pascaremaja oleh F.S. Breeds dan SE, Katz.

1. warna merah lebih popular untuk wanita dan warna biru lebih popular untuk pria
2. Sebagian peneliti berkesimpulan bahwa wanita lebih sensitive terhadap warna daripada pria. Hal tersebut kemungkinan karena lebih banyak pria yang buta warna dibandingkan dengan wanita.
3. Warna murni dan hangat disukai untuk ruangan sempit sementara warna pastel disukai untuk ruangan yang luas.

Kombinasi warna-warna yang disukai adalah :

* Warna-warna kontras atau komplemen
* Warna selaras analog atau nada.
* Warna monokromatik.

Sementara menurut Hideaki Chijawa dalam bukunya Color Harmony membuat klasifikasi lain warna-warna, ia pun mengambil dasar dari karakteristiknya yaitu :

* Warna hangat : merah, kuning, coklat, jingga. Dalam lingkaran warna terutama warna-warna yang berada dari merah ke kuning.
* Warna sejuk : dalam lingkaran warna terletak dari hijau ke ungu melalui biru
* Warna tegas : warna biru, merah, kuning, putih, hitam
* Warna tua/gelap : warna-warna tua yang mendekati warna hitam (coklat tua, biru tua, dsb).
* Warna muda/terang : warna-warna yang mendekati warna putih.
* Warna tenggelam : semua warna yang diberi campuran abu-abu.

Nilai Warna

Nilai warna diambil dari bahasa Inggris Value, yaitu tingkat atau urutan kecerahan suatu warna. Nilai tersebut akan membedakan kualitas tingkat kecerahan warna, misalnya kita akan membedakan warna merah murni dengan warna merah tua (gelap) atau dengan warna merah muda (terang). Secara teoritis diagram tingkatan nilai yang bisa digunakan adalah 9 tingkat, mulai dari yagn tercerah Putih (p), melalui deretan abu-abu netral (Kn) sampai kepada yang tergelap Hitam. Dr. Denman W. Ross, membagi interval nilai ini menjadi 9 langkah dengan berjarak tetap dan diberi simbol 2 sampai 8 dengan Kn nomor 5 yang paling netral.

Putih mempunyai nilai tertinggi, tidak ada warna lain yang mempunyai nilai setinggi putih. Sedangkan hitam mempunyai nilai terendah, tidak ada warna lain yang mempunyai nilai segelap atau serendah hitam.

Bila dimensi kedua nilai ini dimasukkan ke dalam skema lingkaran warna, maka akan berubah nilai skalanya secara gradual, nilai tertinggi di puncaknya dan nilai terendah atau tergelap paling bawah. Nilai warna akan berubah bila ditambah putih. Untuk pigmen pencampuran mudah dilakukan. Bila warna ingin dibuat lebih terang tinggal menambahkan putih sebalikknya bila warna ingin dibuat lebih gelap tinggal menambahkan hitam. Jadi, setiap warna dapat diubah nilainya Nilai yang paling netral adalah abu-abu nomor 5 (Kn.5). Deretan nilai di atas Kn.5 disebut nilai tinggi dan dibawah Kn.5 disebut rendah, maka secara numerik bisa diidentifikasi tingkatan nilainya. Bila dihubungkan dengan warna nilai yang lebih terang disebut warna cerah atau warna muda, sebaliknya warna yang nilainya lebih rendah disebut warna gelap atau warna tua.

Nilai dapat memberikan efek yang berlainan terhadap warna. Contoh : untuk hal tersebut misalnya meletakkan sebuah warna dalam ukuran dan tingkat kecerahan yang sama diatas latar belakang putih, di atas latar belakang abu-abu netral dan di atas hitam. ketiganya dijejerkan dan akan tampak efek yang berlainan. Warna tersebut akan tampak lebih tua di atas putih, akan tampak tetap di atas abu-abu netral, dan tampak lebih cerah atau lebih muda di atas hitam.

Dalam penggunaannya, nilai cerah akan menambah luas ukuran suatu objek. Misalnya ruangan sempit yang dindingnya dicat dengan warna cerah akan terasa lebih luas dari ukuran yang sebenarnya bila memakai warna cerah. Sebaliknya nilai gelap akan terasa mempersempit atau memperkecil ukuran yang sebenarnya dari suatu objek. Disamping akan memperlebar atau mempersempit, nilai warna dapat pula mengubah jarak. Sebagai contoh, sebuah ruangan akan terasa lebih tinggi bila warna langit-langit ruangan itu diberi warna bernilai cerah.

Putih serta nilai cerah lainya akan memantulkan warna, sedangkan hitam akan menyerap warna/cahaya. Hitam juga akan mempersatukan warna dalam suatu komposisi, serta akan membantu menyelaraskan suatu susunan warna-warna yang kuat dalam nilai-nilai yang sama.

Kontras yang kuat antara putih dan hitam atau antara cerah dan gelap kesannya lebih mencolok dibandingkan dengan kontras antara warna-warna yang kuat dalam nilai yang sama.

Dari uraian mengenai nilai dapat dibuat rangkuman sebagai berikut :

1. Putih terasa menambah kecerahan warna serta menambah ukuran atau skala karena putih memantulkan cahaya.
2. Hitam menyerap warna serta menciutkan ukuran karena hitam menyerap cahaya.
3. Abu-abu akan menetralisir, makin dekat warna makin dekat nilai abu-abu dan makin kuat netralnya.
4. Putih di atas hitam terasa kurang mencolok dibandingkan dengan hitam di atas putih, karena putih memantulkan cahaya sedangkan hitam menyerapnya.
5. Nilai kontras yang kuat mempunyai kekuatan untuk menarik perhatian dan bila tidak digunakan secara ahli akan menimbulkan suatu efek yang membingungkan.
6. Nilai yang berdekatan mempunyai sifat yang aman/damai.
7. Nilai kontras yang kuat akan membuat siluet suatu objek.

Pencampuran warna dengan hitam, putih atau abu-abu akan menghasilkan tiga macam tingkat kecerahan warna, yaitu g dinamakan deretan warna cerah tints, deretan warna nada atau tones, dan deretan warna gelap atau shades.

Faber Birren dalam bukunya Principles of Color membuat suatu skema ketiga tingkatan warna tersebut, yang memperjelas hal itu. Di bagian kiri kita melihat warna murni (color) yang diambil dari salah satu warna pada lingkaran warna. Di sebelah kanan atas putih (white), dan di kanan bagian bawah hitam (black). Warna murni yang dicampur dengan putih dan dibuat sederetan langkah yang konstan menghasilkan sederet warna cerah (tints). Warna murni dicampurkan dengan hitam dan setelah ditemukan warna pertengahan atau intermediate lalu dibuat sederet warna campuran dengan langkah yang konstan akan tercipta sederet warna gelap (shade).

Abu-abu pertengahan antara hitam dan putih (Kn.5) yang dicampur dengan warna murni akan menghasilkan sederet warna nada (tones) dengan langkah yang konstan pula.

Para pelukis impresionis dan neoimpresionis memainkan ketiga tingkat kecerahan warna tersebut dalam karya lukis mereka. Beberapa seniman di antaranya Renior, menggunakan hitam sebagai aksen.

Intensitas atau Kekuatan Warna/Kharoma

Dimensi warna ketiga adalah apa yang dinamakan intensitas, yaitu yang menyatakan kekuatan atau kelemahan warna, daya pancar warna dan kemurnian warna. Dapat juga dikatakan, seberapa jauh suatu warna jaraknya dari kelabu atau dari netral. Intensitas adalah kualitas warna yang menyebabkan warna itu berbicara, berteriak, atau berbisik dalam nada yang lembut.

Maitland Graves dalam bukunya The Art of Color and Design membedakan ketiga dimensi warna itu seperti yang dikatakannya "Hue is the name of color. Value is the brightness or luminosity of color. Charoma is the strength, intensity, or purity of a color".

Ia menyebut kharoma untuk istilah intensitas sebagai istilah yang digunakan

oleh A. Munsell.

Dua warna mungkin akan sama namanya, misalnya merah, dan nilainya pun mungkin sama, tetapi mungkin akan berbeda dari segi intensitas atau kekuatannya, yang satu mungkin lebih kuat dari yang lainnya. Warna yang penuh intensitasnya akan sangat menarik perhatian atau menonjol dan memberikan penampilan yang cemerlang. Warna yang intensitasnya rendah lebih subtil (halus, lembut).

Perubahan intensitas sebuah warna akan mungkin melalui pencampuran dengan salah satu dari warna kontrasnya atau warna komplemennya.

Bila dua warna kontras dicampur, keduanya akan saling menetralisir. Dan bila dicampur dalam proporsi tertentu keduanya akan saling merusak, akibatnya akan menjadi warna netral kelabu. Bila suatu warna telah memiliki cukup campuran warna komplemennya sehingga menjadi setengah netral, maka warna itu hanya memiliki intensitas setengahnya.

Jadi, pada dasarnya intensitas atau kemurnian warna dapat dikurangi dengan
cara mencampurkannya satu dengan lainnya.warna sekunder intensitasnya tidak sepenuhnya warna primer, warna tersier intensitasnya tidak sepenuhnya warna sekunder dan seterusnya. Hal tersebut merupakan kebalikan dari pencampuran warna subtraktif. Sebab pencampuran antara warna-warna cahaya justru akan menambah murni warna, terutama bila seluruh warna dicampur akan menghasilkan warna putih. Sedangkan pada warna aditif seperti pigmen atau celup pencampuran, banyak warna akan menyebabkan menjadi abu-abu.

Cara lainnya untuk menurunkan intensitas atau kemurnian warna adalah dengan mencampurkan warna murni dengan salah satu dari deretan nilai dengan hitam atau dengan putih atau dengan salah satu abu-abu. Satu langkah intensitas adalah sebuah unit ukuran perubahan sebuah warna antara abu-abu netral dengan warna yang memiliki intensitas penuh atau maksimal menunjukkan hubungan antara warna, nilai, dan intensitas.

Kemurnian warna dapat berbeda-beda, tidak selalu dalam jarak yang sama dari sumbu nilai. Dapat saja beberapa warnanya letaknya lebih jauh dari sumbu serta bisa dibuat unit langkah yang baru, hal tersebut bergantung kepada pigmennya. Intensitas pigmen merah termurni misalnya, ternyata lebih kuat dari intensitas hijau murni. Demikian juga pigmen-pigmen lainnya yang secara alamiah intensitasnya kuat pada nilai tertentu, ternyata pada nilai lainnya ia lemah.

Menurut penelitian secara umum, warna panas merangsang anak-anak, orang primitive, sederhana, dan bersifat ekstrovert. Warna dingin bersifat tenang, introvert, dewasa, matang. Kesimpulan ini mungkin terlalu empiris dan luas, karena reaksi emosional tidak terlalu mudah diukur, namun kesimpulan ini untuk sementara dapat dipegang.

LEBIH BANYAK TENTANG WARNA
Teori Brewster
teori dasar warna
warna dan motf sesuai bentuk tubuh(rekomendit)
warna design
teri warna klasik
lebih banyak tool color(tool warna aplikasi)
Colourlovers:color trends=palett(tren color tool)
color jack:sphere (color thery visual/ tool)
color schemer (tool memadu warna)
color scheme designer 3 (cara memadu warna)
warna untuk ruangan
teori dasar warna2 (rekomendit)
teori warna tinta offset
pigmen color
reverensi buku"pengenalan teori warna" penulis :Dr.Ir,Eko Nugroho Msi

action figure

Action figure Zarbon action figure made by Bandai , from the Dragon Ball franchise . An action figure ...